Pages

Senin, 09 Juni 2014

Untuk Dia


Untuk Dia


April yang galau. Dan hari ini ia kembali menangis. Malam ini. Air mata itu sudah bagaikan hujan di bulan Januari. Ia sepertinya sudah mulai lelah, mulai ingin menyerah. Namun kendati ia tahu ia lelah, tetap ia tidak tahu bagaimana caranya menyerah, apakah ia sudah harus benar-benar menyerah, dan apa yang ia dapat setelah ia menyerah.

Ia tidak tahu.

Tapi ia selalu tahu, bahwa hingga kini hidup masihlah sama. Tidak adil. Dua kutub yang ia lihat dan ia pijak amat sangat tidak seimbang. Kakinya begitu limbung, dan berkali-kali ia hendak jatuh. Dan seringkali ia menatapi sekeliling. Dunia gelap seolah tak ada matahari. Ia tinggal seorang diri di bumi ini. Tanpa punya penolong, penguat, tempat untuk menyampaikan cerita.

Takdir bagai roda yang berputar cepat nan monoton. Terus melaju tanpa kenal kompromi, dan sekalipun ia telah berteriak "berhenti" sekian kali, tetap roda itu tak mau tahu. 
Kejam. 

Itulah yang membawanya kembali meringkuk, di bulan April ini, menghujankan tangis sekerap air langit yang membasahi bumi di bulan Januari.

Buminya. Yang sungguh gulita bagai tak diguyuri sinar surya.

Namun meski demikian, belum jua ia jera. Kembali ia masuk ke dalam kamar untuk berdoa. Meminta keajaiban pada Tuhan, mukjizat, anugerah, atau apa pun itu yang bisa mendatangkan rasa bahagia untuk dirinya.

Dia. Yang teraniaya. 


*Catatan 11 April 2012.

1 komentar: